Jumat, April 24, 2009

Manifesto Perpustakaan Sekolah


Manifesto Perpustakaan Sekolah IFLA/UNESCO 1999 : Perpustakaan Sekolah dalam Pengajaran dan Pembelajaran untuk Semua

Perpustakaan sekolah menyediakan informasi dan ide yang merupakan dasar keberhasilan fungsional dalam masyarakat masa kini yang berbasis pengetahuan dan informasi. Perpustakaan sekolah membekali murid berupa keterampilan pembelajaran sepanjang hayat serta imajinasi, memungkinkan mereka hidup sebagai warganegara yang bertanggungjawab.

Misi Perpustakaan Sekolah

Perpustakaan sekolah menyediakan jasa pembelajaran, buku dan sumber daya yang memungkinkan semua anggota komunitas sekolah menjadi pemikir kritis dan pengguna informasi yang efektif dalam berbagai format dan media. Perpustakaan sekolah berhubungan dengan jaringan perpustakaan dan informasi yang lebih luas sesuai dengan prinsip Manifesto Perpustakaan Umum yang dikeluarkan UNESCO.

Staf perpustakaan menunjang penggunaan buku dan sumber informasi lainnya, mulai dari buku fiksi sampai dokumenter, dari tercetak sampai elektronik, yang tersedia di sekolah maupun tempat lain. Materi tersebut melengkapi dan memperkaya buku ajar, bahan dan metodologi mengajar.

Telah terbukti, jika para pustakawan dan guru bekerja sama, maka murid akan mencapai tingkat literasi, kemampuan membaca, belajar, memecahkan masalah serta keterampilan teknologi informasi dan komunikasi yang lebih tinggi. Jasa perpustakaan sekolah harus diselenggarakan secara adil dan merata bagi semua anggota komunitas sekolah tanpa membeda-bedakan umur, ras, jenis kelamin, agama, kebangsaan, bahasa, status profesional ataupun sosial. Jasa dan materi khusus perpustakaan harus disediakan bagi mereka yang tak mampu menggunakan arus utama jasa dan materi perpustakaan. Akses ke jasa dan koleksi perpustakaan hendaknya didasarkan pada Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan tidak terikat pada segala bentuk ideologi, politik dan sensor agama, ataupun tekanan perdagangan.

Legislasi Pembiayaan dan Jaringan

Perpustakaan sekolah memiliki arti penting bagi strategi jangka panjang pengembangan literasi, pendidikan, penyediaan informasi sertaekonomi, sosial dan budaya. Sebagai bentuk tanggung jawab para pejabat berwenang lokal, regional dan nasional, maka hal itu perlu dukungan legislasi dan kebijakan khusus. Perpustakaan sekolah harus memperoleh pendanaan yang mencukupi dan berlanjut untuk keperluan tenaga terlatih, materi perpustakaan, teknologi dan fasilitas. Pemenuhan kebutuhan tersebut hendaknya cuma-cuma. Perpustakaan sekolah merupakan mitra penting dalam jaringan perpustakaan dan informasi lokal, regional, dan nasional. Jika perpustakaan sekolah berbagi fasilitas dan/atau sumber daya dengan jenis perpustakaan lain, seperti perpustakaan umum, maka tujuan khas perpustakaan sekolah harus diakui dan dipertahankan.

Implementasi Manifesto

Pemerintah, melalui kementerian yang bertanggung jawab atas pendidikan, didorong untuk mengembangkan strategi, kebijakan dan perencanaan yang mengimplementasikan prinsip Manifesto ini. Perencanaan hendaknya mencakup penyebaran Manifesto ini pada program pelatihan awal dan kesinambungan bagi pustakawan dan guru.

Tujuan Perpustakaan Sekolah

Perpustakaan sekolah merupakan bagian integral proses pendidikan. Berikut ini butiran penting bagi pengembangan literasi, literasi informasi, pengajaran, pembelajaran dan kebudayaan serta merupakan jasa inti perpustakaan sekolah:

  • mendukung dan memperluas sasaran pendidikan sebagaimana digariskan dalam misi dan kurikulum sekolah;
  • mengembangkan dan mempertahankan kelanjutan anak dalam kebiasaan dan keceriaan membaca dan belajar, serta menggunakan perpustakaan sepanjang hayat mereka;
  • memberikan kesempatan untuk memperoleh pengalaman dalam menciptakan dan menggunakan informasi untuk pengetahuan, pemahaman, daya pikir dan keceriaan;
  • mendukung semua murid dalam pembelajaran dan praktek keterampilan mengevaluasi dan menggunakan informasi, tanpa memandang bentuk, format atau media, termasuk kepekaan modus berkomunikasi di komunitas;
  • menyediakan akses ke sumber daya lokal, regional, nasional dan global dan kesempatan pembelajar menyingkap ide, pengalaman dan opini yang beraneka ragam;
  • mengorganisasi aktivitas yang mendorong kesadaran serta kepekaan budaya dan sosial;
  • bekerja dengan murid, guru, administrator dan orangtua untuk mencapai misi sekolah;
  • menyatakan bahwa konsep kebebasan intelektual dan akses informasi merupakan hal penting bagi terciptanya warga negara yang bertanggung jawab dan efektif serta partisipasi di alam demokrasi;
  • promosi membaca dan sumber daya serta jasa perpustakaan sekolah kepada seluruh komunitas sekolah dan masyarakat luas.

Perpustakaan sekolah memenuhi fungsi tersebut dengan mengembangkan kebijakan dan jasa, memilih dan memperoleh sumber daya informasi, menyediakan akses fisik dan intelektual ke sumber informasi yang sesuai, menyediakan fasilitas pembelajaran, serta mempekerjakan staf terlatih.

Staf

Pustakawan sekolah adalah anggota staf berkualifikasi profesional yang bertanggung jawab atas perencanaan dan pengelolaan perpustakaan sekolah, sedapat mungkin dibantu staf yang cukup, bekerja sama dengan semua anggota komunitas sekolah, dan berhubungan dengan perpustakaan umum dan lainnya.

Peran pustakawan sekolah bervariasi tergantung pada anggaran, kurikulum dan metodologi pengajaran di sekolah, dalam batas kerangka kerja keuangan dan perundang-undangan nasional. Di dalam konteks khusus, ada ranah umum pengetahuan yang penting jika pustakawan sekolah mengembangkan dan mengoperasikan jasa perpustakaan sekolah yang efektif: yaitu mencakup sumber daya, manajemen perpustakaan dan informasi serta pengajaran. Di dalam lingkungan jaringan yang makin berkembang, pustakawan sekolah harus kompeten dalam perencanaan dan pengajaran keterampilan menangani informasi yang berbeda-beda bagi guru dan murid. Dengan demikian, pustakawan harus melanjutkan pengembangan dan pelatihan profesionalnya.

Penyelenggaraan dan Manajemen

Untuk menjamin penyelenggaraan yang efektif dan dapat dipertanggungjawabkan, maka:

  • kebijakan mengenai jasa perpustakaan sekolah harus dirumuskan guna menentukan tujuan, prioritas dan jasa dalam kaitannya dengan kurikulum sekolah;
  • perpustakaan sekolah harus terorganisasi dan dikelola sesuai standar profesional;
  • jasa hendaknya dapat diakses oleh semua anggota komunitas sekolah dan diselenggarakan dalam konteks komunitas lokal;
  • kerjasama dengan guru, manajemen senior sekolah, administrator, orang tua murid, pustakawan dan profesional informasi lainnya dan kelompok komunitas harus didorong.

Translanted by Mr Henandono, Prof. Sulistyo-Basuki and Lucya Dhamayanti on behalf of the National Library of Indonesia.

Kamis, April 23, 2009

Perpustakaan Sekolah dan Minat Baca

Ditulis oleh Darmono

Peningkatan kualitas pendidikan merupakan salah satu agenda pendidikan nasional yang terus menerus diupayakan. Berbagai program peningkatan mutu pendidikan telah dilakukan baik yang bersifat kebijakan sampai pada penambahan sarana dan prasarana sekolah. Salah satu kebijakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang perlu dipikirkan adalah peningkatan gairah membaca bagi anak didik melalui pemberdayaan perpustakaan sekolah. Pada kondisi seperti itu keberadaan perpustakaan sekolah sangat dibutuhkan untuk menciptakan tumbuhnya minat dan kebiasaan membaca siswa.

Idealnya pembentukan kegemaran membaca bagi anak didik sudah dimulai semenjak anak memasuki jenjang pendidikan sekolah dasar. Akan tetapi secara mayoritas kegiatan semacam ini jarang bahkan belum dilakukan secara intensif. Akibatnya meskipun anak sudah menginjak pada jenjang pendidikan SLTP bahkan SMU/SMK dalam diri anak didik secara umum belum terbentuk sikap gemar membaca, bahkan belum tumbuh minat dan kegemaran membaca.

Kemampuan membaca adalah salah satu sasaran antara yang ingin dicapai dalam semua jenjang pendidikan. Kemampuan dan kemauan membaca adalah mutlak untuk dikuasai dan ditingkatkan dalam rangka menghadapi masa depan peserta didik. Oleh sebab itu upaya-upaya untuk pengembangan minat dan kegemaran membaca adalah sangat strategis untuk meningkatkat kualitas pendidikan.

Pengamat pendidikan Mochtar Buchori menegaskan bahwa pembenahan pendidikan pada jenjang SD, SLTP, SMU/SMK merupakan persoalan mendasar yang harus diselesaikan untuk memperbaiki mutu pendidikan. Proses pendidikan semestinya tidak menjejali anak dengan pengetahuan sebanyak-banyaknya, akan tetapi memberikan bekal pengetahuan dasar yang penting bagi kehidupan dan pengembangan ilmu pengetahuan (Suara Pembaruan, 8 Mei 1998)

Pada tingkat pendidikan dasar tiga pengetahuan dasar yaitu membaca, menulis dan berhitung merupakan pengetahuan dasar yang harus dikuasai (prerequisite) murid untuk penguasaan materi pelajaran lainnya. Artinya mutu pendidikan menengah dan bahkan pendidikan tinggi akan sangat tergantung pada dasar-dasar pengetahuan serta keterampilan yang dikembangkan sejak pendidikan dasar. Melihat hasil praktik pengajaran di pendidikan selama ini, kita belum sepenuhnya berhasil membentuk 3 (tiga) kemampuan dasar tersebut untuk jenjang pendidikan dasar. Dalam konteks inilah akhirnya kemampuan baca (yang dilandasi dengan tumbuhnya minat dan kegemaran membaca) siswa akan sangat menunjang keberhasilan belajar.

Secara umum ada beberapa fakta dan pengalaman penulis yang dapat dijadikan acuan dalam menangani kegiatan ini adalah sebagai berikut:

1. Kegiatan ini sejalan dengan program Yayasan Taman Bacaan (MANCA) yang telah mendirikan Rumah Baca di seluruh Indonesia. Peresmian 50 Rumah Baca (tahap I) dilakukan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri di SDN Pesisir Lama I, Kampung Pesisir, Kelurahan Panjunan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, Jawa Barat, pada tanggal 5 Maret 2004 dan serentak untuk 50 rumah baca yang tersebar di seluruh Indonesia. Selanjutnya akan dibangun 1000 rumah baca untuk tahap berikutnya. Program pendirian Rumah baca tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan minat dan kegemaran membaca masyarakat maupun di lingkungan sekolah.

2. Mayoritas masyarakat Indonesia termasuk anak-anak usia sekolah belum mempunyai kebiasaan membaca. Di tempat-tempat umum seperti di ruang tunggu stasiun kereta api, terminal bus, bandara, bioskop-bioskop, ruang tunggu kantor, atau ruang tunggu apotik dan sebagainya mereka lebih senang bercanda dengan temannya, atau menonton TV yang tersedia jika ada atau bahkan hanya duduk diam. Hanya segelintir orang yang mau memanfaatkan waktu luangnya di tempat-tempat umum untuk kegiatan membaca.

3. Lebih dari 90% kemajuan yang dicapai negara-negara maju disebabkan oleh sinergi kegiatan belajar formal anak didik di kelas dan ketekunan membaca yang digalakkan di luar kelas.

4. Sebuah hasil survai yang dilakukan oleh International Association for the Evaluation of Education (IAE) tahun 1994, tentang kemampuan membaca siswa SD dari 27 negara, Indonesia menduduki peringkat ke 26. Peringkat tersebut jauh di bawah Hongkong, Singapura, Thailand, dan Filipina (Kompas, Mei 1997). Beberapa faktor penyebab lemahnya minat dan kegemaran membaca anak didik antara lain disebabkan kurang adanya penggalakan dan penciptaan kondisi yang mampu mendukung tumbuhnya minat baca melalui program sekolah yang terintegrasi dengan pelajaran, penyediaan bahan bacaan melalui perpustakaan sekolah yang kurang menunjang, dan dorongan orang tua yang juga lemah.

5. Mayoritas pustakawan atau mereka yang bekerja di Perpustakaan Sekolah mulai SD, SMP, SMU dan SMK di Kota Malang, banyak yang belum pernah memperoleh pendidikan dan latihan tentang cara dan strategi menumbuhkan minat dan kegemaran membaca siswa yang terkait dengan aspek-aspek pemanfaatan perpustakaan sekolah.

6. Pengalaman penulis ketika melakukan kegiatan masyarakat dengan tema “pembinaan manajemen dan pengelolaan perpustakaan sekolah untuk mengkondisikan tumbuhnya minat dan kegemaran membaca siswa” di Madrasah Tsanawiyah KHM. SAID Desa Arjowinangun selama dua tahun 1997-1998 menunjukkan bahwa minat baca anak dapat ditumbuhkan melalui pembentukan lingkungan yang menunjang. Salah satu sarana yang bisa digunakan adalah pengintegrasian kegiatan belajar dan mengajar dengan pemanfaatan perpustakaan sekolah. Pengintegrasian ini mampu mendorong anak didik untuk aktif memanfaatkan perpustakaan sekolah, yang artinya melalui pengintegrasian tersebut secara perlahan tercipta kondisi untuk menumbuhkan minat dan kegemaran membaca siswa.

Peran Perpustakaan Sekolah

Peran perpustakaan sangat sentral dalam membina dan menumbuhkan kesadaran membaca. Kegiatan membaca tidak bisa dilepaskan dari keberadaan dan tersedianya bahan bacaan yang memadai baik dalam segi jumlah maupun dalam kualitas bacaan. Pada aspek lain minat baca senantiasa perlu dikembangkan. Di lingkungan anak usia sekolah usaha pengembangan minat baca dapat dilakukan dengan prinsip jenjang dan pikat. Prinsip pertama perlu adanya usaha untuk memikat pengguna untuk mulai menyenangi kegiatan membaca. Prinsip kedua perlu ada upaya untuk mengkondisikan perlunya penyediaan meteri bacaan yang sesuai dengan perkembangan anak yang dapat memperkuat minat baca anak, yang senantiasa terus mendorong anak untuk maju menuju pada kegiatan membaca yang berkualitas.

Dalam hal ini peran yang dapat dilakukan oleh perpustakaan dalam menciptakan tumbuhnya kondisi minat baca di lingkungan sekolah adalah sebagai berikut (Darmono, 2007).

1. Memilih bahan bacaan yang menarik bagi pengguna perpustakaan.

2. Menganjurkan berbagai cara penyajian pelajaran (di sekolah) dikaitkan dengan tugas-tugas di perpustakaan.

3. Memberikan berbagai kemudahan dalam mendapatkan bacaan yang menarik untuk pengguna perpustakaan.

4. Memberikan kebebasan membaca secara leluasa kepada pengguna perpustakan. Ini dimaksudakan untuk merangsang anak dalam mencari dan menemukan sendiri bacaan yang sesuai dengan minatnya. Cara ini sekaligus juga dapat menumbuhkan kebiasaan anak untuk melakukan penelusuran bahan bacaan yang diminatinya.

5. Perpustakaan perlu dikelola dengan baik agar pengguna merasa betah dan kerasan berkunjung ke perpustakaan. Pengelolaan ini tentunya meliputi semua aspek mulai dari SDM sampai pada anggaran, dan koleksi yang disajikan, sampai pada tata ruang perpustakaan.

6. Perpustakaan perlu melakukan berbagai promosi kepada masyarakat berkaitan dengan pemanafaatan perpustakaan dan berkaitan dengan peningkatan minat dan kegemaran membaca siswa.

Secara umum perpustakaan sekolah masih banyak yang perlu dibenahi. Bahkan belum semua sekolah memiliki perpustakaan sekolah yang dapat berjalan secara baik, apalagi untuk menunjang program minat dan kegemaran membaca siswa.

Demikian juga kondisi para pengelolanya yaitu pustakawan. Secara umum kondisi pustakawan di lingkungan Perpustakaan Sekolah kurang menggembirakan baik dari segi pendidikan maupun keterampilan yang dimiliki. Kondisi yang demikian menyebabkan Perpustakaan Sekolah belum mampu menunjang proses belajar secara maksimal apalagi untuk menunjang minat dan kegemaran membaca. Melihat kondisi seperti ini perlu ada pelatihan perpustakaan sekolah agar mampu menunjang pengembangan minat dan kegemaran membaca siswa.

Jumat, April 17, 2009

Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah - Permendiknas 25/08

SALINAN

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONALNOMOR 25 TAHUN 2008 TANGGAL 11 JUNI 2008

STANDAR TENAGA PERPUSTAKAAN SEKOLAH/MADRASAH

A. KUALIFIKASI

Setiap sekolah/madrasah untuk semua jenis dan jenjang yang mempunyai jumlah tenaga perpustakaan sekolah/madrasah lebih dari satu orang, mempunyai lebih dari enam rombongan belajar (rombel), serta memiliki koleksi minimal 1000 (seribu) judul materi perpustakaan dapat mengangkat kepala perpustakaan sekolah/madrasah.

1. Kepala Perpustakaan Sekolah/Madrasah yang melalui Jalur Pendidik

Kepala perpustakaan sekolah/madrasah harus memenuhi syarat:

a. Berkualifikasi serendah-rendahnya diploma empat (D4) atau sarjana (S1);

b. Memiliki sertifikat kompetensi pengelolaan perpustakaan sekolah/madrasah dari lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah;

c. Masa kerja minimal 3 (tiga) tahun.

2. Kepala Perpustakaan Sekolah/Madrasah yang melalui Jalur Tenaga Kependidikan

Kepala perpustakaan sekolah dan madrasah harus memenuhi salah satu syarat berikut:

a. Berkualifikasi diplomadua (D2) Ilmu Perpustakaan dan Informasi bagi pustakawan dengan masa kerja minimal 4 tahun; atau

b. Berkualifikasi diploma dua (D2) non-Ilmu Perpustakaan dan Informasi dengan sertifikat kompetensi pengelolaan perpustakaan sekolah/madrasah dari lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah dengan masa kerja minimal 4 tahun di perpustakaan sekolah/madrasah.

3. Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah

Setiap perpustakaan sekolah/madrasah memiliki sekurang-kurangnya satu tenaga perpustakaan sekolah/madrasah yang berkualifikasi SMA atau yang sederajat dan bersertifikat kompetensi pengelolaan perpustakaan sekolah/madrasah dari lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah.

B. KOMPETENSI

1. Kepala Perpustakaan Sekolah/Madrasah

DIMENSI KOMPETENSI

KOMPETENSI

SUB-KOMPETENSI

1. Kompetensi Manajerial

1.1 Memimpin tenaga perpustakaan sekolah/madrasah

1.1.1 Mengarahkan tenaga perpustakaan untuk bekerja secara efektif dan efisien

1.1.2 Menggerakkan tenaga perpustakaan untuk bekerja secara efektif dan efisien

1.1.3 Membina tenaga perpustakaan untuk pengembangan pribadi dan karir

1.1.4 Menjadi teladan dalam melaksanakan tugas


1.2 Merencanakan program perpustakaan sekolah/madrasah

1.2.1 Merencanakan program pengembangan

1.2.2 Merencanakan pengembangan sumber daya perpustakaan

1.2.3 Merencanakan anggaran


1.3 Melaksanakan program perpustakaan sekolah/madrasah

1.3.1 Melaksanakan program pengembangan

1.3.2 Melaksanakan pengembangan sumber daya perpustakaan

1.3.3 Memanfaatkan anggaran sesuai dengan program

1.3.4 Mengupayakan bantuan finansial dari berbagai sumber


1.4 Memantau pelaksanaan program

perpustakaan sekolah/madrasah

1.4.1 Memantau pelaksanaan program pengembangan

1.4.2 Memantau pengembangan sumberdaya perpustakaan

1.4.3 Memantau penggunaan anggaran


1.5 Mengevaluasi program perpustakaan

sekolah/madrasah

1.5.1 Mengevaluasi program pengembangan

1.5.2 Mengevaluasi pengembangan sumber daya perpustakaan

1.5.3 Mengevaluasi pemanfaatan anggaran

2. Kompetensi Pengelolaan

Informasi

2.1 Mengembangkan koleksi

perpustakaan sekolah/madrasah

2.1.1 Memiliki pengetahuan mengenai penerbitan

2.1.2 Memiliki pengetahuan tentang karya sastra Indonesia dan dunia

2.1.3 Memiliki pengetahuan tentang sumber biografi tokoh nasional dan dunia

2.1.4 Menggunakan berbagai alat bantu seleksi untuk pemilihan materi perpustakaan

2.1.5 Mengkoordinasi pemilihan materi perpustakaan bekerja sama dengan tenaga pendidik bidang studi

2.1.6 Membuat kriteria tentang buku hadiah dan lembaga donor

2.1.7 Mengevaluasi dan menyeleksi sumber daya informasi

2.1.8 Bekerja sama dengan pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pengembangan koleksi

2.1.9 Melakukan pemesanan, penerimaan, dan pencatatan

2.1.10 Mendayagunakan teknologi tepat guna untuk keperluan perawatan bahan perpustakaan


2.2 Mengorganisasi informasi

2.2.1 Membuat deskripsi bibliografis (pengatalogan) sesuai dengan standar nasional

2.2.2 Menentukan deskripsi subjek dan menggunakan Dewey Decimal Classification edisi ringkas

2.2.3 Menggunakan daftar tajuk subjek dalam bahasa Indonesia

2.2.4 Menjajarkan kartu katalog

2.2.5 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk pengorganisasian dan penelusuran informasi


2.3 Memberikan jasa dan sumber informasi

2.3.1 Merancang dan memberikan jasa informasi, termasuk referensi

2.3.2 Menyelenggarakan jasa sirkulasi

2.3.3 Memiliki pengetahuan mengenai sumber referensi

2.3.4 Memberikan bimbingan penggunaan perpustakaan bagi komunitas sekolah/madrasah


2.4 Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi

2.4.1 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi sesuai dengan kebutuhan

2.4.2 Membimbing komunitas sekolah/madrasah dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi

3. Kompetensi Kependidikan

3.1 Memiliki wawasan kependidikan

3.1.1 Memahami tujuan dan fungsi sekolah/madrasah dalam konteks pendidikan nasional

3.1.2 Memahami kebijakan pengembangan kurikulum yang berlaku

3.1.3 Memahami peran perpustakaan sebagai sumber belajar

3.1.4 Memfasilitasi peserta didik untuk belajar mandiri


3.2 Mengembangkan keterampilan memanfaatkan informasi

3.2.1 Menganalisis kebutuhan informasi komunitas sekolah/madrasah

3.2.2 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi proses pembelajaran

3.2.3 Membantu komunitas sekolah/madrasah menggunakan sumber informasi secara efektif


3.3 Mempromosikan perpustakaan

3.3.1 Mengorganisasi promosi perpustakaan

3.3.2 Menginformasikan kepada komunitas sekolah/ madrasah tentang materi perpustakaan yang baru

3.3.3 Membimbing komunitas sekolah/madrasah untuk memanfaatkan koleksi perpustakaan


3.4 Memberikan bimbingan literasi informasi

3.4.1 Mengidentifikasi kemampuan dasar literasi informasi pengguna

3.4.2 Menyusun panduan dan materi bimbingan literasi informasi sesuai dengan kebutuhan pengguna

3.4.3 Membimbing pengguna mencapai literasi informasi

3.4.4 Mengevaluasi pencapaian bimbingan literasi informasi

3.4.5 Memotivasi dan mengembangkan minat baca komunitas sekolah/madrasah

3.4.6 Menciptakan kiat pengembangan perpustakaan sekolah/madrasah

4. Kompetensi Kepribadian

4.1 Memiliki integritas yang tinggi

4.1.1 Disiplin, bersih, dan rapi

4.1.2 Jujur dan adil

4.1.3 Sopan, santun, sabar, dan ramah

4.2 Memiliki etos kerja yang tinggi

4.2.1 Mengikuti prosedur kerja

4.2.2 Mengupayakan hasil kerja yang bermutu

4.2.3 Bertindak secara tepat

4.2.4 Fokus pada tugas yang diberikan

4.2.5 Meningkatkan kinerja

4.2.6 Melakukan evaluasi diri

5. Kompetensi Sosial

5.1 Membangun Hubungan sosial

5.1.1 Berinteraksi dengan komunitas sekolah/madrasah

5.1.2 Bekerja sama dengan komunitas sekolah/madrasah

5.2 Membangun Komunikasi

5.2.1 Memberikan jasa untuk komunitas sekolah/madrasah

5.2.2 Mengintensifkan komunikasi internal dan eksternal

6. Kompetensi Pengembangan Profesi

6.1 Mengembangkan ilmu

6.1.1 Membuat karya tulis, di bidang ilmu perpustakaan dan informasi

6.1.2 Meresensi dan meresume buku

6.1.3 Menyusun pedoman dan petunjuk teknis di bidang ilmu perpustakaan dan informasi

6.1.4 Membuat indeks

6.1.5 Membuat bibliografi

6.1.6 Membuat abstrak

6.2 Menghayati etika profesi

6.2.1 Menerapkan kode etik profesi

6.2.2 Menghormati hak atas kekayaan intelektual

6.2.3 Menghormati privasi pengguna

6.3 Menunjukkan kebiasaan membaca

6.3.1 Menyediakan waktu untuk membaca setiap hari

6.3.2 Gemar membaca

2. Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah

DIMENSI KOMPETENSI

KOMPETENSI

SUB-KOMPETENSI

1. Kompetensi Manajerial

1.1 Melaksanakan kebijakan

1.1.1 Melaksanakan pengembangan perpustakaan

1.1.2 Mengorganisasi sumber daya perpustakaan

1.1.3 Melaksanakan fungsi, tugas, dan program perpustakaan

1.1.4 Mengevaluasi program dan kinerja perpustakaan

1.2 Melakukan perawatan koleksi

1.2.1 Melakukan perawatan preventif

1.2.2 Melakukan perawatan kuratif

1.3 Melakukan pengelolaan anggaran dan keuangan

1.3.1 Membantu menyusun anggaran perpustakaan

1.3.2 Menggunakan anggaran secara efisien, efektif, dan bertanggung jawab

1.3.3 Melaksanakan pelaporan penggunaan keuangan dan anggaran

2. Kompetensi Pengelolaan

Informasi

2.1 Mengembangkan koleksi

perpustakaan sekolah/madrasah

2.1.1 Memiliki pengetahuan mengenai penerbitan

2.1.2 Memiliki pengetahuan tentang karya sastra Indonesia dan dunia

2.1.3 Memiliki pengetahuan tentang sumber biografi tokoh nasional dan dunia

2.1.4 Menggunakan berbagai alat bantu seleksi untuk pemilihan materi perpustakaan

2.1.5 Berkoordinasi dengan tenaga pendidik bidang studi terkait dalam pemilihan materi perpustakaan

2.1.6 Melakukan pemesanan, penerimaan, dan pencatatan

2.2 Melakukan pengorganisasian informasi

2.2.1 Membuat deskripsi bibliografis (pengatalogan) sesuai dengan standar nasional

2.2.2 Menentukan deskripsi subjek dan menggunakan Dewey Decimal Classification edisi ringkas

2.2.3 Menggunakan daftar tajuk subjek dalam bahasa Indonesia

2.2.4 Menjajarkan kartu katalog

2.2.5 Memanfaatkan teknologi untuk pengorganisasian informasi dan penelusuran


2.3 Memberikan jasa dan sumber

informasi

2.3.1 Memberikan layanan baca di tempat

2.3.2 Memberikan jasa informasi dan referensi

2.3.3 Menyelenggarakan jasa sirkulasi (peminjaman buku)

2.3.4 Memberikan bimbingan penggunaan perpustakaan bagi komunitas sekolah/madrasah

2.3.5 Melakukan kerja sama dengan perpustakaan lain

2.4 Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi

2.4.1 Membimbing komunitas sekolah/madrasah dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi

2.4.2 Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi sesuai dengan kebutuhan

3. Kompetensi Kependidikan

3.1 Memiliki wawasan kependidikan

3.1.1 Memahami tujuan dan fungsi sekolah/ madrasah dalam konteks pendidikan nasional

3.1.2 Memahami kebijakan pengembangan kurikulum yang berlaku

3.1.3 Memahami peran perpustakaan sebagai sumber belajar

3.1.4 Memfasilitasi peserta didik untuk belajar mandiri

3.2 Mengembangkan keterampilan memanfaatkan informasi

3.2.1 Menganalisis kebutuhan informasi komunitas sekolah/madrasah

3.2.2 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi proses pembelajaran

3.2.3 Membantu komunitas sekolah/madrasah menggunakan sumber informasi secara efektif

3.3 Melakukan promosi perpustakaan

3.3.1 Menginformasikan kepada komunitas sekolah/ madrasah tentang materi perpustakaan yang baru

3.3.2 Membimbing komunitas sekolah/madrasah untuk memanfaatkan koleksi perpustakaan

3.3.3 Mengorganisasi pajangan dan pameran materi perpustakaan

3.3.4 Membuat dan menyebarkan media promosi jasa perpustakaan

3.4 Memberikan bimbingan literasi informasi

3.4.1 Mengidentifikasi kemampuan dasar literasi informasi pengguna

3.4.2 Menyusun panduan dan materi bimbingan literasi informasi sesuai dengan kebutuhan pengguna

3.4.3 Membimbing pengguna mencapai literasi informasi

3.4.4 Mengevaluasi pencapaian bimbingan literasi informasi

3.4.5 Memotivasi dan mengembangkan minat baca komunitas sekolah/madrasah

4. Kompetensi Kepribadian

4.1 Memiliki integritas yang tinggi

4.1.1 Disiplin, bersih, dan rapi

4.1.2 Jujur dan adil

4.1.3 Sopan, santun, sabar, dan ramah

4.2 Memiliki etos kerja

yang tinggi

4.2.1 Mengikuti prosedur

4.2.2 Mengupayakan hasil

4.2.3 Bertindak secara tepat

4.2.4 Fokus pada tugas

4.2.5 Meningkatkan kinerja

4.2.6 Melakukan evaluasi diri

5. Kompetensi Sosial

5.1 Membangun Hubungan sosial

5.1.1 Berinteraksi dengan komunitas sekolah/madrasah

5.1.2 Bekerja sama dengan komunitas sekolah/madrasah

5.2 Membangun Komunikasi

5.2.1 Memberikan jasa untuk komunitas sekolah/madrasah

5.2.2 Mengintensifkan komunikasi internal dan eksternal

6. Kompetensi Pengembangan Profesi

6.1 Mengembangkan ilmu

6.1.1 Membuat karya tulis di bidang ilmu perpustakaan dan informasi

6.1.2 Meresensi dan meresume buku

6.1.3 Menyusun pedoman dan petunjuk teknis ilmu perpustakaan dan informasi

6.1.4 Membuat indeks

6.1.5 Membuat bibliografi

6.1.6 Membuat abstrak

6.2 Menghayati etika profesi

6.2.1 Menerapkan kode etik profesi

6.2.2 Menghormati hak atas kekayaan intelektual

6.2.3 Menghormati privasi pengguna

6.3 Menunjukkan kebiasaan membaca

6.3.1 Menyediakan waktu untuk membaca setiap hari

6.3.2 Gemar membaca


MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

TTD.

BAMBANG SUDIBYO

Salinan sesuai dengan aslinya. Biro Hukum dan Organisasi Departemen Pendidikan Nasional Kepala Bagian Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-undangan dan Bantuan Hukum I,

Muslikh, S.H.

NIP 131479478

Rabu, April 15, 2009

Minat Baca, Apakakah Itu?


Ditulis oleh Darmono

Minat membaca merupakan kecenderungan jiwa yang mendorong seseorang berbuat sesuatu terhadap membaca. Minat baca ditunjukkan dengan keinginan yang kuat untuk melakukan kegiatan membaca. Orang yang memiliki minat membaca yang tinggi senantiasa mengisi waktu luang dengan membaca. Orang yang demikian senantiasa haus terhadap bahan bacaan. Minat membaca sangat berpengaruh terhadap ketrampilan membaca.

Kapan manusia mengenal kegiatan membaca, tidak bisa diketahui secara pasti. Kegiatan membaca tidak bisa dipisahkan secara kaku dari kegiatan tulis-menulis dan hal ini berkait erat dengan sejarah lahirnya tulisan. Aktivitas membaca diperkirakan muncul bersamaan manusia mulai mengenal huruf dan tulisan.

Kegiatan menulis adalah kegiatan mengekspresikan gagasan, pikiran, ide, dan keinginan dalam bentuk simbol-simbol tulisan. Kegiatan membaca adalah menginterpretasikan jalan pikiran sang penulis. Membaca adalah kegiatan yang dilakukan berupa penerjemahan simbol atau huruf ke dalam kata dan kalimat yang memiliki makna bagi seseorang (Bram & Dickey, 1986)

Tujuan Membaca

Secara umum tujuan umum membaca adalah untuk mendapatkan informasi baru. Dalam kenyataannya terdapat tujuan yang lebih khusus dari kegiatan membaca, yaitu:

1. membaca untuk tujuan kesenangan. Termasuk dalam kategori ini adalah membaca novel, surat kabar, majalah, dan komik. Menurut David Eskey tujuan membaca semacam ini adalah reading for pleasure. Bacaan yang dijadikan obyek kesenangan menurut David adalah sebagai "bacaan ringan"

2. membaca untuk meningkatkan pengetahuan seperti pada membaca buku-buku pelajaran buku ilmu pengetahuan. Kegiatan membaca untuk meningkatkan pengetahuan disebut juga dengan reading for intelectual profit

3. membaca untuk melakukan suatu pekerjaan, misalnya para mekanik perlu membaca buku petunjuk, ibu-ibu membaca booklet tentang resep masakan, membaca prosedur kerja dari pekerjaan tertentu. Kegiatan membaca semacam ini dinamakan dengan reading for work.

Agar tujuan membaca dapat berhasil dengan baik, ada beberapa metode utama dalam proses membaca sebagai berikut:

1. Model dari bawah ke atas

Model ini pertama kali dikemukakan oleh Goodman (1967). Proses ini merupakan suatu proses yang melibatkan suatu persepsi yang tepat, terinci dan berurutan serta identifikasi huruf, kata, pola, dan unit-unit bahasa yang lebih luas.

2. Model dari atas ke bawah

Goodman menyebut model ini sebagai model terka (guessing game). Pada tahun 1971 Frank Smith menyempurnakan model ini , walaupun masih menggunakan nama yang sama. Inti metode ini menyatakan bahwa "membaca" merupakan suatu permainan menerka yang bersifat psikolinguistik, melibatkan interaksi antara pikiran dan bahasa. Membaca efisien tidak terjadi melalui persepsi yang tepat dan identifikasi terhadap berbagai unsur bahasa, melainkan dari ketrampilan menyeleksi penanda-penanda yang sangat sedikit jumlahnya, namun sangat produktif yang diperlukan untuk menerka isi bacaan.

3. Model interaktif

Disebut interaktif karena disini terjadi interaksi dari gabungan berbagai pengetahuan pembaca, serta interaksi antara pembaca dan teks. Terjadinya model (metode) interaktif dapat digambarkan sebagai berikut.

Membaca dipahami sebagai perilaku kognitif yang didasarkan pada jenis-jenis pengetahuan tertentu yang disebut dengan struktur kognisi pembaca. Struktur ini bersemayam di otak manusia dan proses berawal dari struktur tersebut yakni dari apa yang dibentuk, dari apa yang tersimpan sebagai schemata dalam ingatan pembaca. Pengetahuan tentang berbagai hal yang telah tersimpan dalam struktur otak manusia akan memudahkan manusia mencerna isi bacaan. Secara simultan pengetahuan tentang substansi bacaan merangsang harapan-harapan berkenaan dengan struktur konseptual yang lebih luas dari bacaan. Berbekal harapan dan pengetahuan tersebut pembaca membuat prediksi yang tepat dalam menginterpretasikan makna teks secara keseluruhan. Bila hal ini terjadi maka pembaca telah memperoleh pemahaman dari apa yang telah dibacanya.

Motivasi Internal dan Eksternal

Minat dan kegemaran membaca tidak dengan sendirinya dimiliki oleh seseorang, termasuk anak-anak dalam usia sekolah. Minat baca dapat tumbuh dan berkembang dengan cara dibentuk. Dalam kaitan ini dapat kita simak teori rangsangan dan dorongan. Dorongan adalah daya motivasional yang mendorong lahirnya perilaku yang mengarah pada pencapaian suatu tujuan. Dorongan yang dimaksud adalah motivasi tidak hanya untuk perilaku tertentu saja, melainkan perilaku apa saja yang berkaitan dengan kebutuhan dasar yang diinginkan seseorang. Dorongan-dorongan tersebut dapat muncul dari dalam diri orang tersebut atau dapat dirangsang dari luar.

Memperhatikan asal dari dorongan untuk berperilaku, dapat diprediksikan bahwa minat dan kegemaran membaca itu timbul dalam diri anak SD, SLTP maupun dari orang-orang lain di lingkungan sekitar. Oleh sebab itu upaya untuk mengangkat program peningkatan minat dan kegemaran membaca perlu melibatkan unsur-unsur berikut ini:

a. anak didik pada semua jenjang SD dan SLTP, SLTA, dan guru sekolah

b. sekolah dengan berbagai program kegiatan yang dapat menunjang pengkondisian tumbuhnya minat dan kegemaran membaca

c. orang tua di rumah, dan

d. lingkungan masyarakat di luar sekolah dan rumah

e. lembaga-lembaga masyarakat yang berminat terhadap pengembangan minat dan kegemaran membaca, misalnya dengan mendirikan pondok baca

f. pemerintah melalui berbagai program yang dikembangkan, seperti adanya kegiatan bulan buku nasional pada setiap bulan Mei, hari Aksara Internasional pada setiap bulan September dan sebagainya yang bisa dikaitkan dengan pembinaan minat dan kegemaran membaca.

Motivasi yang berasal dari anak merupakan dorongan yang bersifat internal, sedangkan dorongan dari pihak lainnya bersifat eksternal. Dengan kata lain bila akan merumuskan strategi peningkatan minat dan kegemaran membaca anak didik maka dua model strategi tersebut patut dipertimbangkan, yaitu model strategi yang didasarkan pada motivasi internal dan model yang digerakkan oleh motivasi eksternal.

Sekurang-kurangnya terdapat tiga dimensi pengembangan minat dan kegemaran membaca yang perlu dipertimbangkan yaitu sebagai berikut.

1. Dimensi edukatif pedagogik

Dimensi ini menekankan tindak-tindak motivasional apa yang dilakukan para guru di kelas, untuk semua bidang studi yang akhirnya para siswa tertarik dan memiliki minat terhadap kegiatan membaca untuk tujuan apa saja. Paradigma pengajaran saat ini adalah berpusat pada anak didik, maka pengembangan minat baca hendaknya dimulai dari aktivitas belajar sehari-hari di kelas.

2. Dimensi sosio kultural

Dimensi ini mengandung makna bahwa minat baca siswa dapat digalakkan berdasarkan hubungan-hubungan sosial dan kebiasaan anak didik sebagai anggota masyarakat. Misalnya dalam masyarakat paternalistik, orang tua atau pemimpin selalu menjadi panutan. Dalam hal ini jika yang dijadikan panutan memiliki minat baca maka dapat diprediksi bahwa anak juga dengan sendirinya terbawa situasi tersebut, artinya anak akan memiliki sikap dan kegemaran membaca.

3. Dimensi perkembangan psikologis.

Anak usia sekolah pada jenjang SLTP (usia 13-15 tahun) merupakan usia anak menjelang remaja (praadolesen). Tahap akhir masa anak-anak didominasi oleh fungsi pengamatan, sementara pada masa praadolesen didominasi oleh fungsi penalaran secara intelektual (Soemanto, 1987). Pada masa ini perlu dipertimbangkan secara sungguh-sungguh dalam upaya memotivasi kegemaran membaca siswa. Pengamatan membaca yang jitu biasanya melalui ilustrasi gambar. Penalaran intelektual mudah dirangsang melalui diskripsi yang dikotomis, argumentasi yang menggugah.

Selasa, April 14, 2009

Ada Apa Perpustakaan SMK?


Ditulis oleh Darmono

Salah satu kebijakan pemerintah tentang pendidikan menengah adalah peningkatan jumlah dan kualitas Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Secara umum kegiatan belajar- mengajar di SMK meliputi teori dan praktik. Kegiatan belajar teori pada prinsipnya sama dengan sekolah umum. Sedangkan kegiatan belajar praktik merupakan kegiatan belajar yang seharusnya lebih banyak dibanding dengan kegiatan teori. Oleh karena itu sebenarnya untuk SMK ruang teori bukan merupakan hal sangat penting, karena siswa seharusnya lebih banyak di ruang praktik. Untuk menunjang kegiatan belajar praktik di SMK, diperlukan sarana dan prasarana yang memadai seperti bengkel dan laboratorium..

Tanpa tersedianya sarana dan prasarana tersebut, maka SMK akan menjadi SMK teori atau dikenal juga istilah SMK sastra. Alat dan bahan yang dibutuhkan kegiatan praktik siswa rata-rata harganya relatif mahal, sehingga untuk kelancaran praktik tersebut diperlukan biaya yang besar. Disamping itu, untuk mencapai sasaran yang diharapkan diperlukan tenaga pengajar/guru yang mempunyai kompetensi di bidangnya. Untuk mendapatkan guru yang seperti ini tidak mudah. Apalagi teknologi terus berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Seharusnya guru selalu mengikuti perkembangan teknologi agar tidak ketinggalan teknologi. Diharapkan mereka mengajarkan teknologi yang terkini. Hal ini pun masih terdapat kendala, karena pendidikan memerlukan waktu yang cukup lama, sehingga yang diajarkan sekarang mungkin pada saat siswa tamat, teknologi tersebut sudah ketinggalan

Salah satu hal yang perlu dipersiapkan untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan pembelajaran di lingkungan SMK adalah keberadaan perpustakaan sekolah yang berfungsi secara baik. Dalam penerapan pembelajaran banyak ditemui berbagai permasalahan lapangan salah satunya adalah ketersediaan bahan pelajaran untuk menunjang proses pembelajaran masih harus perlu dispersiapkan dengan baik. Banyak sekolah di lingkungan SMK yang belum siap dengan penyediaan bahan pelajaran melalui perpustakaan sekolah. Ketidaksiapan tersebut bukan semata-mata disebabkan kurangnya bahan pelajaran (baca buku dan sumber informasi ilmiah lainnya), akan tetapi juga disebabkan oleh pengelolaan perpustakaan yang kurang baik dan terstandar, sehingga koleksi yang sudah dimiliki kurang dapat didayagunakan untuk menunjang pelaksanaan kurikulum secara maksimal.

Berdasarkan beberapa pengamatan dan survei secara umum masih banyak sekolah belum memiliki perpustakaan yang dikelola dengan baik yang mampu menunjang proses pembelajaran secara memadai sesuai dengan tuntutan KBK, apalagi untuk perpustakaan di lingkungan sekolah d SMK. Berdasarkan pengamatan awal bahwa keberadaan perpustakaan di lingkungan sekolah di SMK belum dikelola secara memadai, hal ini lebih banyak disebabkan karena tenaga pengelola yang belum memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam mengelola perpustakaan.

Hal ini sejalan dengan pernyataan Kepala Perpustakaan Nasional RI bahwa hanya 5% (lima persen) dari seluruh sekolah pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) di Indonesia yang jumlahnya mencapai lebih dari 260.000 unit yang sudah memiliki perpustakaan, selebihnya sebanyak 95% (sembilan puluh lima persen) tidak dan belum memiliki perpustakaan sekolah. Padahal, keberadaan perpustakaan sangat penting dalam menunjang proses belajar-mengajar, sekaligus sarana menanamkan budaya baca kepada siswa sejak dini (KOMPAS, Kamis 3 Juli 2003). Berbagai faktor yang menyebabkan kondisi ini mulai dari tidak adanya ruangan walaupun buku-buku sudah tersedia, tiadanya petugas perpustakaan, dan kendala lain adalah faktor kepedulian dari sekolah yang relatif masih kurang perhatiannya terhadap perpustakaan sekolah.

Sementara itu, Gerakan Pemasyarakatan Gemar Membaca (GPGM) sebuah LSM yang kegiatannya terfokus pada peningkatan minat baca masyarakat, memprediksi bahkan hanya sekitar satu persen pendidikan dasar (SD dan SMP) negeri di Indonesia yang jumlahnya sekitar 260.000 buah lebih yang telah memiliki perpustakaan sekolah. Kondisi perpustakaannya pun tak tertata secara baik dan sebagian besar isinya adalah buku pelajaran pokok yang diberikan pemerintah kepada sekolah-sekolah (KOMPAS, Kamis 25 Juli 2003).

Demikian pula tentang jejak pendapat KOMPAS (Sabtu, 19 Maret 2005) menyatakan bahwa harapan dari keberadaan perpustakaan baik itu perpustakaan umum, perpustakaan sekolah maupun perpustakaan daerah paling tidak adalah untuk membangkitkan apresiasi terhadap buku sehingga dapat membangkitkan tumbuhnya minat baca. Akan tetapi dari hasil jejak pendapat tersebut menyebutkan bahwa 51,1% paling tidak seminggu sekali berkunjung ke perpustakaan, sementara sebesar 26,7% menyatakan sebulan antara 1 sampai 3 kali, dan sebanyak 22,2% menyatakan kurang dari satu kali sebulan atau tidak pernah. Jejak pendapat KOMPAS tersebut menunjukkan bahwa apresiasi terhadap perpustakaan, dalam hal ini termasuk siswa sangat rendah. Hal ini disebabkan perpustakaan kurang dapat berperan secara aktif untuk merangsang siswa agar mau datang ke perpustakaan sekolah.

Secara umum kurang berfungsinya perpustakaan sekolah disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:

Pertama, terbatasnya ruang perpustakaan disamping letaknya yang kurang strategis. Banyak perpustakaan yang hanya menempati ruang sempit, tanpa memperhatikan kesehatan dan kenyamanan. Kesadaran dari pihak sekolah sebagai penyelenggara sangatlah kurang. Perpustakaan hanyalah untuk menyimpan koleksi bahan pustaka saja. Pengunjung tidak merasa nyaman membaca buku di perpustakaan, sehingga perpustakaan dipandang sebagai tempat yang kurang bermanfaat. Dengan melihat keadaan di atas sepertinya pihak sekolah kurang menyadari tentang pentingnya perpustakaan.

Kedua, keterbatasan bahan pustaka, baik dalam hal jumlah, variasi maupun kualitasnya. Keberadaan bahan-bahan pustaka yang bermutu dan bervariasi sangatlah penting. Dengan banyaknya variasi bahan pustaka, anak akan semakin senang berada di perpustakaan, kegemaran membaca dapat tumbuh dengan subur sehingga kemampuan bahasa siswa dapat berkembang dengan baik dan dapat membantu anak dalam memahami mata pelajaran lainnya. Kemampuan bahasa merupakan kemampuan dasar yang sangat berpengaruh dalam belajar. Begitu juga jika bahan pustakanya bermutu, maka anak akan banyak memperoleh pengetahuan yang berguna dalam hidupnya. Namun, untuk mengadakan bahan pustaka yang banyak dan bervariasi dibutuhkan dana yang besar, mengingat harga bahan pustaka biasanya mahal, lebih-lebih jika bahan pustaka tersebut bermutu. Namun, dari pihak sekolah sendiri sering kurang berusaha untuk menambah koleksi bahan pustaka, dengan alasan utama adalah mahalnya harga bahan pustaka. Padahal, anggaran untuk belanja bahan pustaka setiap tahunnya selalu ada, namun jumlah bahan pustaka hampir tidak pernah bertambah.

Ketiga, terbatasnya jumlah petugas perpustakaan. Banyak perpustakaan sekolah yang tidak ada petugasnya, atau hanya tugas sambilan. Maksudnya, mereka bukan petugas yang hanya mengurus perpustakaan saja, sehingga sering tugas di perpustakaan jadi dikesampingkan dan perpustakaan dianggap kurang bermanfaat. Lebih-lebih bertugas di perpustakaan adalah pekerjaan yang sangat menjenuhkan, baik dalam hal pelayanan pengunjung maupun perawatan bahan pustaka yang ada, sehingga dibutuhkan suatu kesabaran yang tinggi.

Keempat, kurangnya promosi penggunaan perpustakaan menyebabkan tidak banyak siswa yang mau memanfaatkan jasa layanan perpustakaan. Pada umumnya kurang tahu tentang kegunaan perpustakaan, begitu juga dengan bahan pustakanya. Siswa membutuhkan dorongan dan ajakan untuk berkunjung ke perpustakaan. Kurangnya ajakan untuk mengunjungi perpustakaan menjadikan siswa asing terhadap perpustakaan. Untuk tahap-tahap awal, siswa perlu dipaksa masuk perpustakaan, yaitu dengan jalan memberi tugas membaca buku dan kemudian menceritakan atau membuat laporan. Jika dilakukan secara rutin hal ini menjadi kebiasaan yang positif dan mereka akan merasa membutuhkan perpustakaan.

Untuk meningkatkan keberadaan perpustakaan sekolah di lingkungan SMK agar dapat berfungsi dengan baik dalam menunjang proses pembelajaran di sekolah, solusi yang perlu ditempuh adalah adanya upaya untuk menyiapkan sumber daya manusia yang menguasai dan peduli terhadap pengembangan perpustakaan sekolah. Untuk itu dipandang strategis bahwa guru atau staf yang akan diberi tugas mengelola perpustakaan sekolah perlu memiliki kualifikasi dan kompetensi yang memadai sebagai tenaga perpustakaan sekolah. Standar untuk tenaga perpustakaan sekolah sudah diterbitkan yaitu peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Selolah/Madrasah. Standar ini seharusnya sudah diimplementasikan di sekolah-sekolah di Indonesia termasuk di lingkungan SMK.